A. Pengertian
Empowerment
Empowerment ,
yaitu upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh
masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya
diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi
sebagai pelaku atau aktor yang menentukan hidup mereka sendiri. Secara umum
pemberdayaan didefinisikan sebagai suatu proses sosial multi-dimensional yang
membantu penduduk untuk mengawasi kehidupannya sendiri. Pemberdayaan itu
merupakan suatu proses yang memupuk kekuasaan (yaitu, kemampuan
mengimplementasikan) pada individu, untuk penggunaan bagi kehidupan mereka
sendiri, komunitas mereka, dengan berbuat mengenai norma - norma yang mereka
tentukan (Page & Czuba, 1999:3). Richard Carver, Managing Director dari
Coverdale Organization mendefinisikan empowerment sebagai mendorong
dan membolehkan seseorang untuk mengambil tanggung jawab secara pribadi untuk
meningkatkan atau memperbaiki cara-cara menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat
meningkatkan kontribusi dalam pencapaian sasaran organisasi. Empowerment memerlukan
penciptaan budaya yang mendorong pegawai dalam setiap tingkatan untuk melakukan
sesuatu yang berbeda dan membantu pegawai untuk percaya diri dan kemampuan
untuk melakukan perubahan.
B. Kunci
efektif empowerment dalam management
Konsep
pemberdayaan (empowerment), menurut Friedmann muncul karena adanya dua primise
mayor, yaitu “kegagalan” dan “harapan”. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya
model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan
yang berkelanjutan, sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif-alternatif
pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, peran
antara generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai. Dengan dasar pandangan
demikian, maka pemberdayaan masyarakat erat kaitannya dengan peningkatan
partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pada masyarakat,
sehingga pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan,
pembudayaan dan pengamalan demokrasi.
Selanjutnya
Friedmann dalam Prijono dan Pranaka (1996) menyatakan bahwa kekuatan aspek
sosial ekonomi masyarakat menjadi akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu
suatu rumah tangga yaitu informasi, pengetahuan dan ketrampilan, partisipasi
dalam organisasi dan sumber-sumber keuangan, ada korelasi yang positif, bila
ekonomi rumah tangga tersebut meningkatk aksesnya pada dasar-dasar produksi
maka akan meningkat pula tujuan yang dicapai peningkatan akses rumah tangga
terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka.
Soetrisno
(1995:139) mengemukakan bahwa paradigma pemberdayaan (empowerment) ingin
mengubah kondisi tersebut dengan cara memberi kesempatan pada kelompok orang
miskin untuk merencanakan dan kemudian melaksanakan program pembangunan yang
juga mereka pilih sendiri. Kelompok orang miskin ini juga diberi kesempatan
untuk mengelola dana pembangunan, baik yang berasal dari pemerintah maupun dari
pihak lain.
Kemudian
timbul pertanyaan, apa perbedaan antara model pembangunan partisipatif dengan
model pemberdayaan rakyat (empowerment). Perbedaannya terlihat bahwa dalam
model pemberdayaan, rakyat miskin tidak hanya aktif berpartisipasi dalam proses
pemilihan program, perencanaan, dan pelaksanaannya tetapi mereka juga menguasai
dana pelaksanaan program itu. Sementara dalam model pembangunan yang
partisipatif keterlibatan rakyat dalam proses pembangunan hanya sebatas pada
pemilikan, perencanaan dan pelaksanaan, sedangkan pemerintah tetap menguasai
dana guna mendukung pelaksanaan program tersebut.
C. Definisi
Stres
Menurut
Handoko (dalam Umar, 1998) stress merupakan suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi proses berpikir dan kondisi seseorang. Kondisi yang cnderung menyebabkan stress disebut stressor. Menurut Selye (dalam Soeharto) stress adalah respon yang tidak spesifik dari tubuh terhadap tuntutan yang diterimanya.
mempengaruhi proses berpikir dan kondisi seseorang. Kondisi yang cnderung menyebabkan stress disebut stressor. Menurut Selye (dalam Soeharto) stress adalah respon yang tidak spesifik dari tubuh terhadap tuntutan yang diterimanya.
D. Sumber
Stres
Semakin
berkembang dan majunya teknologi, tuntutan untuk menjadi yang lebih baik
membuat persaingan dalam dunia makin pesat dan makin ketat, sehingga
menuntut kinerja yang lebih maksimal, stres dapat disebabkan oleh :
1. Sumber
stres dari organisasi (seperti tuntutan-tuntutan, dan tanggungjawab yang
besar), struktur organisasi, hubungan dalam organisasi, keberadaan organisasi,
dan hubungan organisasi dengan pihak luar.
2. Sumber
stres dari kehidupan, seperti kehilangan pasangan hidup.
3. Kondisi
pekerjaan, seperti kondisi lingkungan, baik lingkungan maupun lingkungan
kehidupan,overload,deprivational stress, pekerjaan berisiko tinggi dan iklim.
4. Ambiguitas
dalam berperan dan faktorinterpersonal.
5. Perkembangan
karir.
6. Cita-cita,
dan ambisi.
7. Kurangnya
kontrol yang dirasakan.
8. Diri
individu, seperti usia, kondisi fisik, dan faktor kepribadian.
Menurut
Cary Cooper (Rini, 2002) sumber stres ada lima yaitu sebagai berikut :
1. Kondisi
Pekerjaan.
2. Lingkungan.
3. Deprivational
stress.
4. Pekerjaan
beresiko tinggi.
5. Konflik
Peran.
E. Cara
mengatasi stress
1. Ringkasan
penilaian diri Mengidentifikasi gejala - gejala yang muncul dari aktivitas.
Tanda – tanda yang muncul menjadi indikator. Dalam hal ini anda dapat
mendefinisi apa penyebab stress anda di lingkungan organisasi.
2. Mengembangkan
kemampuan antisipasi masalah di dalam bekerja kita mengukur apa yang terjadi
selanjutnya dan bebandan tuntutan apa yang menyebabkan stres bagi anda. dari
pengalaman kerja anda dapat melakukan antisipasi untuk mengatasi masalah. Selanjutnya
harus menyusun rencana untuk mengatasi setiap masalah dengan mempertimbangkan
akibat yang diterima dari tuntutan.
3. Mengubah
tuntutan Mengubah tuntuta dapat dilakukan dengan cara menaikan atau menurunkan
sebuah tuntutan. Hal ini dilakukan berdasarkan pengalaman – pengalaman
terdahulu yang menyebabkan diri kita stress.
F. Definisi
konflik
Menurut
Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan
antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri
individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan
tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang
mempengaruhi efisiensi.
G. Jenis-Jenis
Konflik
Handoko
(1997) membedakan ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu;
1. Konflik
dalam diri individu
2. Konflik
antar individu dalam organisasi
3. Konflik
antar individu dan kelompok
4. Konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama.
5. Konflik
antar organisasi.
H. Proses
Konflik
Menurut Pondi,
Proses terjadinya konflik sebagai berikut:
1. Konflik
Laten (Latent Conflict), konflik Laten merupakan tahap dari munculnya
faktor-faktor penyebab konflik dalam organisasi. Bentuk-bentuk dasar dari
situasi ini ialah persaingan untuk memperebutkan sumberdaya yang terbatas,
konflik peran, persaingan perebutan posisi di dalam organisasi.
2. Konflik
Yang Dipersepsikan (Perceived Conflict), pada tahap ini salah satu pihak
memandang pihak lain sebagai penghambat atau mengancam pencapaian tujuannya.
3. Konflik
Yang Dimanifestasikan (Manifest Conflict), pada tahap ini perilaku tertentu
sebagai indikator konflik sudah mulai ditunjukkan, seperti adanya sabotase,
agresi terbuka, konfrontasi, rendahnya kinerja dan lain sebagainya.
4. Resolusi
Konflik (Conflict Resolution), pada tahap ini konflik yang terjadi diselesaikan
dengan berbagai macam cara dan pendekatan.
5. Konflik
Aftermath, jika konflik sudah benar-benar diselesaikan maka hal itu akan
meningkatkan hubungan para anggota organisasi. Hanya saja jika penyelesaian
konflik tidak tepat, maka akan dapat menimbulkan konflik yang baru.
K. Definisi
komunikasi.
Komunikasi
adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu
dipahami bersama oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi
(Astrid). Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan
atau informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G). Komunikasi adalah
sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain
(Davis, 1981). Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan
orang lain (Schram,W).
J. Hambatan
dalam Komunikasi
1. Hambatan
dari Proses Komunikasi
Hambatan
dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi
dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau
situasi emosional dan hambatan dalam penyandian/simbol.
2. Hambatan
Fisik
Hambatan
fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi,
dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi dan
sebagainya.
3. Hambatan
Semantik
Kata-kata
yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti
mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan
penerima.
4. Hambatan
Psikologis
Hambatan
psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan
nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima
pesan.
0 komentar:
Posting Komentar